Tuesday, June 30, 2009

GERAKAN MAHASISWI

Definisi gerakan melalui pengamatan akal logik saya adalah sebuah kumpulan @ pasukan yang benar-benar bergerak, bukan setakat mempunyai organisasi malah segala tindak tanduknya teratur dan tersusun kemas.....

Dan makna mahasiswi pula ada sekelompok manusia yang berjantina perempuan...

Jika digabungkan maka jadilah sekelompok manusia yang berjantina perempuan yang bergerak dalam satu organisasi yang teratur dan tersusun rapi. Matlamat perjuangannya sama sekali bukan hendak menyamaratakan antara lelaki dan perempuan kerana adil itu sebenarnya "meletakkan sesuatu pada tempatnya".

Saya ambil analogi yang melekat di hati saya setelah menonton drama "nur kasih". Cuba kita bandingkan antara pokok kaktus dengan pokok cili. Satu memerlukan air yang banyak untuk hidup... satu lagi memerlukan air yang sedikit untuk kehidupannya. Adilkah kita memberi air yg sama banyak untuk kedua-dua pokok tersebut... Pasti jawapannya TIDAK kan...

Gerakan mahasiswi ISLAM yang lebih tepatnya membawa satu gagasan yang cukup besar... Melindungi semua mahasiswi dibawah sayapnya. Menjadikan ianya tempat berpaut insan yang lemah dan sering ditindas. Gerakan mahasiswi ISLAM ini juga melatih mahasiswi supaya menjadi lebih berdikari, progresif dan dinamik dalam setiap keadaan. Bukan gerakan biasa-biasa.

Besar impian saya untuk melihat gerakan mahasiswi ISLAM ini lebih maju kehadapan. Tetapi harus di"sterress" kn, setiap perubahan harus bermula dari kita. Ya ALLAH, tiada kekuatan melainkan dariMU...maka berikanlah kami secebis kekuatan itu.

TA'ALIM TOKOH GERAKAN ISLAM - ZAINAB AL-GHAZALI

Satu nama besar yang cukup-cukup tersemat di hati. Jika gerakan Ikhwanul Muslimin menjadikan Hassan Al Banna sebagai Bapa.... Dan muslimah perubahan ini dijadikan sebagai ikon Ibu dalam gerakan ISLAM. Sungguh besar pengorbanan mereka... Jika handak dibandingkan dengan diri ini.... jauh sekali. Bak kata seorang sahabat rasanya "ibarat langit dan bawah bumi hingga ke mental barangkali" Dia diuji dengan hidup dalam penjara, ada org yang diupah untuk mencabul kehormatannya, ada anjing-anjing yang kelaparan ingin meratah tubuhnya... Tetapi, kuasa ALLAH itu lagi besar dari segala-galanya. Semuanya tunduk menyerah pada arahan ALLAH. Hebat.

Dijemput untuk menemui kekasih yang abadi pada tahun 2005 setelah 88tahun hidup di dunia.... Kepulangan seorang muslimah ahli gerakan. Tetapi sehingga kini roh perjuangan beliau mengalir deras dalam setiap batang tubuh anak haraki.... Contoh yang bagus untuk diteladani...

Menyingkap tirai taalim di Madrasah Of Tarbiyyah (MOT), satu sesi perkongsian yang sangat efektif lg efisyen....

Semua sahabat sangat teruja dengan kisah Zainab Al-Ghazali bermula dari zaman mudanya seawal usia 18tahun sudah menjadi ketua kepada gerakan muslimat di tempatnya. Masing-masing mengkoreksi diri sedangkan usia kami sudah menginjak ke awal 20-an... Apakah sumbangan kami pada Islam.... Masih terlalu jauh...

Seterusnya pengambungan dengan gerakan Ikhwanul Muslimin bermulalah era perjuangan yang sebenar... berdepan dengan Jamal Abdel Nassir penguasa berkuku besi yang telah memeringkukkan tokoh-tokoh gerakan Islam dalam penjara. Satu kezaliman yang nyata....
Kami hanya terpenjara dengan akta AUKU...

Ingin berkongsi sedikit cerita tentang penjara... Usai membaca surah Yusuf. ALLAH menceritakan kepada kita kisah hidup Nabi Yusuf yang memilih penjara sebagai tempat untuk dia menetap daripada harus berdepan dengan godaan dari isteri Al- Aziz. Ya, besar kemungkinan penjara adalah tempat yang terbaik... Dalam penjara juga banyak kisah-kisah yang telah tercatat. Ada antara mereka menghabiskan masa dengan menulis buku-buku, xlupa juga gerakan dakwah islamiyyah tetap berjalan dengan mengislamkan orang-orang di dalam penjara.. Sangat hebat... tetapi sayalah yang lemah, kerana gagal mengingat siapakah tokoh-tokoh yang telah melakukan semua itu.....

Seterusnya kepada bab, Zainab Al -Ghazali meletakkan kontrak perkahwinan sebagai syarat menikahinya....

"If that day comes [when] a clash is apparent between your personal interests and economic activities on the one hand, and my Islamic work on the other, and that I find my married life is standing in the way of Da'wah and the establishment of an Islamic state, then, each of us should go our own way. I cannot ask you today to share with me this struggle, but it is my right on you not to stop me from jihad in the way of Allah. Moreover, you should not ask me about my activities with other Mujahideen, and let trust be full between us. A full trust between a man and a woman, a woman who, at he age of 18, gave her full life to Allah and Da'wah. In the event of any clash between the marriage contract's interest and that of Da'wah, our marriage will end, but Da'wah will always remain rooted in me." (al Ghazali 2006)

Sangat tersentuh dengan kontrak pernikahan ini.... Mungkin semua muslimat juga harus bersedia dengan kontrak perkahwinan masing-masing. Moga semua thabat dalam perjuangan...

Apa-apa pun semua mahasiswi/muslimat harus bersedia untuk kehidupan yang akan datang. Bersedia itu sangat perlu, dan untuk bersedia perlukan latihan/didikan @ tarbiyyah agar bila ujian itu datang bisa kita berdepan dengan tenang.... Kita sering diingatkan agar sediakan diri untuk terus menjadi pendokong gerakan ini, untuk menjadi sayap kiri dan ummi kepada penyambung mata-mata rantai perjuangan rasulullah s.a.w.... Besar amanah yang terbeban di bahu...

BAIT MUSLIM

Satu bab yang cukup optimis untuk semua mengeluarkan pendapat... Ya, masing-masing sudah faham kenapa perlunya bait muslim dan masing-masing sememangnya teruja.... Bukan apa, mengimpikan membina satu generasi baru.... Ulul Albab. Tidak lagi malu-malu membicarakan semuanya kerana sebuah kefahaman. Melihat ada yang kecundang setelah berkahwin, sedikit mandom... satu fenomena yang harus diubah.... Bersatu atas aqad yang suci, seharusnya melahirkan jiwa-jiwa yang lebih segar untuk terlibat dalam jalan ini....

Seperti yang diutarakan tadi, sebelum bernikahnya seorang lelaki dan perempuan. Eloklah mempunyai hitam putih perjanjian untuk sama-sama istaqamah. Berkesempatan mengikuti usrah nisa', banyak yang dapat saya belajar. Ya, berada bersama-sama insan yang terlebih dahulu makan garam...Banyak tips yang dikongsi...

Dan saya sangat terkesan dengan kata-kata seorang adik ini...

"Dalam dunia akhir zaman ini, punya jumlah wanita yang melebihi bilangan lelaki. Selain bersedia untuk kita menjadi sayap kiri seorang muslimin kita juga harus bersedia untuk bermadu... kerana ramai lagi muslimah-muslimah yang harus diselamatkan" dalam versi yang telah diolah sebab saya kurang ingat susun katanya tapi saya ingat maknanya- tak dapat nak jadi perawi hadis sebab sering xingat... hmmm, macam mana saya nak jadi sehebat Aisyah isteri Nabi Muhammad s.a.w

Hmmm, otak saya cuba menganalisis perkataan yang dilafazkan... Ya, saya terlupa bersedia ke arah yang satu itu.... Apalah sangat pengorbanan berkongsi kasih... Walaupun saya tahu amat sukar untuk diri saya. Janganlah uji dengan apa yang aku tidak mampu Ya ALLAH.

Perkongsian idea yang sangat bernas dengan ahli-ahli gerakan muslimat yang ku lihat semakin hari semakin berkembang baik. Satu titik perubahan yang ketara... Semoga ALLAH satukan hati-hati kami.....

Zainab al Ghazali

From Wikipedia, the free encyclopedia

Zaynab Al-Ghazali (January 2, 1917 – August 8, 2005) was a prominent Egyptian Islamist and arguably the most famous woman Islamist internationally. She was the founder of the Muslim Women's Association (Jamaa'at al-Sayyidaat al-Muslimaat), and was closely associated with the Muslim Brotherhood.

Her father was an Al-Azhar-educated independent religious teacher and cotton merchant. He encouraged her to become an Islamic leader citing the example of Nusaybah bint Ka'ab al-Maziniyah, a woman fought alongside Muhammad in the Battle of Uhud. For a short time during her teens, she joined the Egyptian Feminist Union only to conclude that "Islam gave women rights in the family granted by no other society. Women may talk of liberation in Christian society, Jewish society, or pagan society, but in Islamic society it is a grave error to speak of the liberation of women" (Hoffman 1985: 235). At the age of eighteen, she founded the Jamaa'at al-Sayyidaat al-Muslimaat (Muslim Women's Association), which she claimed had a membership of three million throughout the country by the time it was dissolved by government order in 1964.

Hassan Al Banna the founder of the Ikhwan (Muslim Brotherhood), invited al-Ghazali to merge her organisation with his, an invitation she refused as she wished to retain automony. However, she did eventually take an oath of personal loyalty to al Banna. (Mahmood 2005: 68) The fact that her organisation was not formally affiliated with the Ikhwan was to prove useful after the Ikhwan was banned, as for a time al Ghazali was able to continue to distribute their literature and host their meetings in her home.

Her weekly lectures to women at the Ibn Tulun Mosque drew a crowd of three thousand, which grew to five thousand during holy months of the year. Besides offering lessons for women, the association published a magazine, maintained an orphanage, offered assistance to poor families, and mediated family disputes. The association also took a political stance, demanding that Egypt be ruled by the "Qur'an"

Al Ghazali's own life stands in contradiction to some of her professed beliefs. (Ahmed 1992: 199) Although she wrote that it was a "crime" for a woman to seek a divorce, she made no secret of the fact that she had divorced her first husband because of his discomfort at her public career. Her memoir describes how she told her husband that her oath of loyalty to Hassan al Banna meant that her devotion to the Islamist cause would always come before her marriage, and if ever the two should conflict, the marriage would end:

"If that day comes [when] a clash is apparent between your personal interests and economic activities on the one hand, and my Islamic work on the other, and that I find my married life is standing in the way of Da'wah and the establishment of an Islamic state, then, each of us should go our own way. I cannot ask you today to share with me this struggle, but it is my right on you not to stop me from jihad in the way of Allah. Moreover, you should not ask me about my activities with other Mujahideen, and let trust be full between us. A full trust between a man and a woman, a woman who, at he age of 18, gave her full life to Allah and Da'wah. In the event of any clash between the marriage contract's interest and that of Da'wah, our marriage will end, but Da'wah will always remain rooted in me." (al Ghazali 2006)

In justifying her own exceptionality to her stated belief in a woman's rightful role, al Ghazali described her own childlessness as a "blessing" that would not usually be seen as such, because it freed her to participate in public life.(Hoffman 1988). Her second husband died while she was in prison, having divorced her after government threats to confiscate his property. al Ghazali's family were angered at this perceived disloyalty, but al Ghazali herself remained loyal to him, writing in her memoir that she asked for his photograph to be reinstated in their home when told that it had been removed.

After the assassination of "Hasan al-Banna" in 1949, Al-Ghazali was instrumental in regrouping the Muslim Brotherhood in the early 1960s. Imprisoned for her activities in 1965, she was sentenced to twenty-five year of hard labor but was released under "Anwar Sadat's Presidency in 1971. She describes her prison's experience, which included sufferings of many heinous forms of torture, in a book entitled Ayyam min hayyati (Days from my life), published in English under the title "Return of the Pharaoh". The "Pharaoh" referred to is President Nasser. al Ghazali depicts herself as enduring torture with strength beyond that of most men, and she attests to both miracles and visions that strengthened her and enabled her to survive.

After her release from prison, al-Ghazali resumed teaching and writing for the revival of Muslim Brotherhood's magazine, Al-Dawah. She was editor of a women's and children's section in Al-Dawah, in which she encouraged women to become educated, but to be obedient to their husbands and stay at home while rearing their children.

Zaynab al-Ghazali was also a prolific writer, contributing regularly to major Islamic journals and magazines on Islamic and women's issues. Although the Islamic movement throughout the Muslim world today has attracted large number of young women, especially since 1970s, Zaynab al-Ghazali stands out thus for as the only woman to distinguish herself as one of its major leaders

2 comments:

  1. Tahniah enti seorang pejuang mujahidah sejati insyallah...

    Dengar nasihat kakak NISA itu baik2.
    Sanggup berkorban kasih dan masa.

    Nasihat tu amat2 berguna ana yakin enti boleh buat punya...

    teruskan menulis.

    ReplyDelete